Pages

Senin, 19 Maret 2012

HECTIC DAY(S)



Dear Blog,
I fell so frustrated lately… don’t know why..
Kali ini saya mau beneran curcol. Seperti keyakinan saya bahwa menulis adalah terapi. maka saya akan melontarkan uneg-uneg saya dengan tulisan.
Jadi ceritanya belakangan ini hari-hari saya Hectic a.k.a rempong a.k.a riwug (ini bahasa saya sendiri). Intinya saya merasa bener-bener so many things to do, dan itu membuat saya menjadi,. … Ehm,melibatkan orang lain dan ehm, mungkin mengecewakan mereka.
Mungkin tulisan ini juga sebagai permintaan maaf saya karena kebodoran yang saya lakukan selama hari-hari hectic saya belakangan.
Hectic day 1: Hari Rabu, 14 Maret
Tension-nya masih stabil, tapi udah ada gelagat bakal naik. Jadi hari rabu kegiatan saya adalah Pretes Field Lab di pagi Hari, lanjut pergi ke Pukesmas Sibela buat ngasihin surat penelitian Skrpsi dari DKK, terus lanjut ambil surat pengantar Field lab, disusul dengan Survei lapangan ke Sukoharjo. Sorenya saya jaga Klinik Fosmil hingga jam 8 malam dan juga harus mesenin Konsumsi Buat temen saya Ujian Proposal Skripsi. Kegiatan ini membutuhkan banyak koordinasi karena satu hal: Saya belum punya motor. I was so damn hectic karena saya harus cari tebengan sana-sini dulu, nge-fix in berangkat jam berapa, ngoordinir temen-temen yang mau berangkat survey, dan lain-lain.
Dan, pengecewaan pun terjadi. (pengecewaan adalah kata yang saya pilih pada kejadian dimana saya mengecewakan orang lain). Waktu survey, saya salah jalan. Harusnya saya Survei ke Puskesmas Gatak Sukoharjo yang letaknya adalah di Sukoharjo arah ke Kartasura. Sedangkan yang saya tuju adalah Sukoharjo kota yang arah ke Wonogiri. Kenapa saya tersesat? Ya, karena saya sebenernya nggak tahu tempatnya. Saya Cuma tanya ancer-ancer (petunjuk) pada teman saya, dan hanya berbunyi “Itu daerah Sukoharjo arah Klaten”, terus temen saya yang nyetir ngambil jalan Sukoharjo arah Wonogiri dengan niat bahwa kita memulai pencarian dari kota Sukoharjo-nya.(How smart we are!).
Ternyata rencana tersebut nggak berlaku di Sukoharjo, soalnya Wilayah Sukoharjo tu mencar-mencar muterin Solo. So, ternyata kita berada di Kutub yang berseberangan dengan Puskesmas Gatak. Sebagai mahasiswa yang ngakunya tiap hari ngantor di Field Lab,saya merasa gagal dalam survey. Akhirnya, kita pulang ke Solo lagi dengan tangan hampa.Hiks. Survei ditunda hari jumat atau hari Sabtu.
DI hari Rabu, malamnya saya langsung tepar…..
Hectic day 2: Kamis, 15 Maret
Hari ini saya rasanya bisa planning perfect banget. Kamis pagi SkillsLab, lanjut tutorial, terus ngambilin konsumsi buat temen yang mau ujian proposal,lalu sorenya saya free. Tidak terlalu hectic kan? Tapi ternyata ada yang terjadi di luar dugaan, saya dan teman saya diminta Dosen FieldLab untuk menjenguk dosen lain dan mendiskusikan acara setelah saya tutorial. Jadilah saya nggak bisa ngambilin pesenan konsumsi buat teman saya. Sebagai temen yang bertanggungjawab (tapi ngerepotin orang, hehe) akhirnya saya minta temen saya Dewi buat nemenin temen saya Lia ngambil Konsumsi. Hadu, saya tidak enak melibatkan teman lain padahal itu sebenarnya adalah tugas saya. Untungnya saya memiliki teman-teman yang baik.
Hectic day 3: Jumat, 16 Maret
Hari saya dimulai pagi sekali. Jam 6 saya udah berangkat bareng temen saya, yeny, yang akan ujian proposal. Bantu-bantu nyiapin tempat. setelah itu, kita sarapan bareng. Dan ternyata, saya sudah ditunggu temen saya, Maya, buat follow up surat ke Puskesmas Sibela. Oh iya, dan saya pun merencanakan survey ke lapangan (lagi) jam 10. Terus harus menyerahkan desain sertifikat sebelum jumatan karena akan ditandatangani sorenya. Dan, inlah yang terjadi:
Jam 8 baru selesai dari Rumah Sakit Muwardi, tempat temen saya ujian proposal, lanjut ke warung makan. Jam 8.45 saya langsung capcuz ke SIbela bareng temen saya. DI Sibela, saya ternyata nggak ketemu kepala TU (yang mengurusi surat), dan saya dapat telepon dari Field Lab bahwa saya harus membuat surat untuk dekan yang harus ditandatangani segera. Saya menghitung waktu,…oke,kemungkinan cukup lah.. format suratnya kan sudah ada. Jadi saya pikir saya tetep bisa survey jam 10. Ternyata, kita baru balik dari puskesmas jam 09.30. Saat itu saya pun masih berpikir, oke masih sempet lah.. suratnya sepertinya tidak banyak.
Lalu ternyata, suratnya tidak sesedikit yang saya bayangkan. Suratnya butuh edit-edit dulu yang hal itu membuat jam sudah berlalu di jam 10 lewat dikit. Saya galau: surat belum selesai, tapi temen saya udah pada nelponin nunggu saya. Saya suruh niggal juga mereka pada nggak mau., dan oh well, sertifikat juga belum saya setor, dan oh ya,hari jumat adalah hari pendek. Puskesmas akan tutup jam 11. *jedotin kepala ke tembok*
Dibalik segala kegalauan, akhirnya saya putuskan: Survei diundur Sabtu. Saya sangat merasa bersalah sama temen saya Bagus yang udah dateng, dan Rully, yang kayaknya udah mulai berangkat ke kampus naek mobil. Kalau dipikir-pikir sih,memang sejak awal baiknya survey hari sabtu karena hari jumat tersebut kapuskes dan instruktur sedang rapat,sehingga kami tidak bisa menemui mereka. Namun karena dihimbau bahwa kita bisa ke puskesmas saja hanya untuk menyerahkan berkas-berkas kelompok, maka saya pun mengiyakan (masa kemarin gagal survey, sekarang gagal lagi—pikiran saya waktu itu). Jadi, beginilah, complicated.
Setelah tidak jadi survey,saya kembali ke pekerjaan saya. Alhamdulillah setelah itu kemudahan berdatangan. Saya bisa ketemu dekan langsung dan tanda tangan, bisa lanjut nyerahin desain sertifikat ke percetakan (tentunya saya harus pinjem motor dulu), dan lalu sorenya bisa ketemu dosen saya yang ketua panitia acara untuk dimintai tanda tangan.
Hari jumat itu, saya senang karena semua urusan beres, dan memikirkan hari sabtu yang berarti: Weekend!
Hectic day 4: sabtu, 17 Maret
Hari ini planning saya nggak terlalu ribet. Jam 8 Survei, jam 12 atau jam 1 rencana Skype-ing an dengan Pembimbing Skripsi, Malamnya saya ada janji dengan teman. Rencana yang menyenangkan, apalagi bisa skype-ing an dengan dosen. Saya merasa Hi-tech. hehe
Survei berjalan lancar. Meski teman saya, Vasa sempat mencak-mencak gara-gara temen-temen belum datang saat ia udah dateng on time. (maaf ya.. habis perut masih bermasalah,lagian kan saya telatnya 15 menit *cari excuses*), tapi kami berhasil menemui instruktur dan everything seems so right hinga perencanaan kegiatan. Setelah Survei,kita sarapan bakso dulu (dan baksonya enak banget), lanjut menjengut temen setutorial saya, Rinda,yang lagi opname gara-gara DBD. Setelah itu, jam 11 saya sudah sampai kampus dan siap Online Skype.
Saya online hingga jam 1.karena dosen saya belum online,saya merasa harap-harap cemas,.Biasanya dosen saya selalu on-time. Kenapa ya? lalu mulailah saya cek e-mail. Ngecek sent message.
Deg.
Kok email terakhir saya pas saya ngasih revisian doang ya?ko nggak ada email yang saya kirim hari kamis kemarin. Jadi hari Kamis kemarin adalah hari saya membaca e-mail dari dosen saya, dan saya berniat membalas dengan mengiyakan janjian Skype-ing tersebut. Ups, sepertinya saya belum mengirim email tersebut. Pas itu saya online lewat kantor Fieldlab dan sepertinya belum saya kirim karena tersela kegiatan yang lain (atau sayanya yang lupa) sehingga suratnya masih di draft,dengan kolom email alamat tujuan yang masih kosong.
Aduh, gimana ya. Tapi saya mencoba berpositif thinking. Dosen saya sudah saya add di kontak Skype dan sudah di approve. Jadi sepertinya beliau pasti mengira Sabtu ini saya sudah janjian. Lalu, saya mencoba mengirim email pemberitahuan bahwa saya sudah online
Klik.
Tunggu sebentar, email balasan sudah saya terima. Dan isinya ternyata benar, Dosen saya belum menerima email konfirmasi dari saya sehingga saya dikira nggak bisa skype-an hari sabtu siang. hiks. I feel so fool. *nangis di pojokan*.
Saya online tiap hari, ngecekin email juga tiap hari, tapi saya sampai lupa membalas email karena saya pikir saya sudah membalasnya.
Saya merasa benar-benar bersalah saat itu. Padahal beliau menunggu konfirmasi saya, Padahal beliau sudah menyempatkan untuk skype-ing dengan saya,tapi karena keteledoran saya jadi begini. Hiks. Akhirnya beliau me –re-arrange jadwal skype-ing hari Minggu jam 1 siang. Dan menunggu konfirmasi saya. Akirnya langsung saya konfirmasi.
Berkali-kali saya ngecek inbox-sent box ,ke inbox lagi-sent box lagi buat memastikan kalo email dari saya barusan udah kekirim. (lalu saya baru sadar bahwa kalo email udah dibales ada tanda panahnya.Oh, Yeah,kemarin-kemarin ga merhatiin)
Jadi, begitulah hari-hari hectic saya yang ditutup dengan klimaks. Rasanya saya harus bener-bener manage jadwal dan waktu supaya on time. Jadi nggak ngecewain orang-orang lain.
Saat kita menyakiti orang lain, bukan orang lain saja yang sakit,sebenarnya,yang menyakitilah yang akan merasa lebih sakit.begitu pula saat mengecewakan orang lain. So, I won’t let that happen anymore.
Untuk pihak-pihak yang terlibat dalam hari-hari saya, saya mohon maaf. Jeongmal josonghamnida
Huuuufff.. lega rasanya udah curcol begini.meluapkan perasaan lewat tulisan, cukup melegakan.
NOW,I’M NOT FRUSTATED ANYMORE…
BECAUSE I CAN FACE IT…

Minggu, 11 Maret 2012

MY TOP 5 FICTION CHARACTER

Setiap kali menonton film, membaca novel, cerpen, bahkan komik,selalu saja ada karakter atau tokoh yang membuat jatuh cinta. Bukan soal tampang aktornya yang cakep, tapi lebih ke soal sifat dan karakter pribadinya. Saking sukanya, kadang saya terobsesi dan berandai-andai, kalau saja ada tokoh seperti itu di dunia nyata pasti akan sangat menyenangkan, terlebih lagi jika sosok itu bisa jadi pendamping hidup saya kelak *duile ngarep banget*.

Dari sekian film, novel, dan komik yang saya baca, ada 5 tokoh (laki-laki tentunya) yang karakternya nancep banget di hati. Sedikit banyak, saya menyukai tipe-tipe seperti mereka (aduh, corcol). Jadi, langsung saja ya, ini dia 5 tokoh yang menurut saya paling ‘sreg’ di hati.

5. Tsuruga Ren—Komik : Skip Beat

Saya sampai bingung pada diri saya sendiri saat mulai ketancep sama sosok Ren di Komik Skip Beat. Sampai sekarang komik ini belum tamat, tapi saya sangat menyukai jalan ceritanya. Serius, rumit, tapi juga santai. DI postingan lain saya akan review komiknya, yang jelas saya suka dengan karakter Ren. Misterius dan tidak terus terang pada perasaannya terhadap Kyoko—tokoh wanita di komik ini. Namun meski begitu, ia menunjukkan perhatian-perhatian yang baik, turut khawatir jika terjadi sesuatu dengan Kyoko, serta sebaik mungkin melindungi Kyoko. Selain itu, dalam komiknya sosok Ren itu tinggi dan tampan. Ah, bagaimana ya, semua komik jepang memang didesain seperti itu sih karakternya, sepaket : tinggi, cakep, cool. Tapi saya suka cara Ren memberikan semangat pada Kyoko, memberikannya motivasi tanpa bermaksud mengasihani, kata-kata dia saat serius (kata-kata yang ambigu tapi penuh makna), guyonannya yang kadang garing, serta sifat-sifat salah tingkahnya. Pokoknya dari sekian komik yang saya baca (meski saya emang gak sering-sering baca komik sih), tokoh Ren ini yang memorable di hati saya, selain Doraemon.

4. Seo In Woo (Korean Drama : Prosecutor Princess)

Bagi yang sudah menonton Prosecutor Princess pasti kenal banget sama Seo In Woo yang diperankan sama Park Shi Hoo. Tokoh ini adalah tokoh ‘malaikat’ yang super baik dan selalu ada buat Ma Hye Ri (tokoh wanita di drama ini). Sosok yang rela memberikan apa saja demi orang yang dia cintai. Bukan soal harta saja, tapi ia juga siap melindungi si cewek. Ia dapat menjadi teman di saat-saat berat,serta bersedia mendengarkan dan membantu. Ia juga hampir selalu mengetahui apa yang dilakukan Hye Ri dan datang di saat-saat yang tepat. Siapa pula cewek yang tidak mau diperlakukan seperti Princess? Memang sih ada scene dimana In Woo menghindari Hye Ri karena ia takut akan menyakiti si cewek dan dirinya jika ia terus membiarkan perasaannya tumbuh (biasalah,persoalan cinta yang rumit). Tapi terlihat sekali ia sebenarnya tersiksa dengan acting denial-nya. Pada dasarnya, saya menyukai orang penuh kejutan-kejutan kecil seperti In Woo. Oh iya, dia juga kaya tapi tidak pelit dan tidak perhitungan. Itu penting lho,pria yang kaya tapi tidak gila harta adalah sosok yang sangat idaman.

3. Lee Young Jae (Korean Drama : Full House)

Mungkin bisa dibilang selera saya agak aneh. Kok bisa suka sama Young Jae yang sok-sokan dan kekanak-kanakan? Suka main perintah, mengolok-olok, dan tegaan bikin kita nunggu. Tapi entah mengapa saya suka karakter Young Jae. Suka marah-marah cuma buat nyari-nyari bahan pembicaraan,dan Agak ada keras kepalanya karena dia nggak mau mengakui perasaan terhadap Ji Eun (tokoh wanita dalam drama ini). Dia juga sangat manusiawi saat dilema mau pilih Ji Eun atau Hye Won, Manusia biasa bisa aja galau kayak gitu kan? Dan saya juga suka sifat tidak menyerah Young Jae saat ia membujuk Ji Eun mati-matian untuk menikah (yang beneran) dengannya. Scene paling menarik di Full House adalah saaat mereka bertengkar. Saya paham dengan Young Jae yang sebenarnya hanya cari-cari masalah agar bisa bertengkar dengan Ji Eun. Love inside FIght is actually exist! Dan itu terasa menyenangkan. Hhehe *bukan berarti saya mau bertengkar terus kalo udah nikah nanti*. Selain itu, Sepanjang nonton Full House, saya suka adegan saat mereka saling menunggu. Harap-harap cemas,khawatir, menunggu sesorang hingga ketiduran, dll. Saya paham perasaan saat menunggu: lelah, tapi kita juga menikmatinya. Dan memiliki sesorang yang mau menunggu kita adalah sesuatu yang menurut saya, Spesial.

2. Borno – Novel : Aku, Kau, dan sepucuk Angpau merah

Dalam novelnya, Borno adalah sosok Bujang paling lurus sepanjang tepian Sungai Kapuas. Dan memang benar, sosok Borno ini Lurus sekali. Bukan berarti dia tidak pernah salah. Ia justru seperti normalnya orang biasa. Salah tingkah saat jatuh cinta, depresi, murung dan bingung saat menanggapi ketidakpastian mengenai Mei—orang yang dicintainya. Ia juga bertingkah polos, jujur,dan setia kawan. Saya senang dengan tokoh ini karena tokoh ini selalu berpikiran positif. Bersyukur atas apa yang dia punya,dan sepanjang dia memiliki rencana dalam hidupnya, maka hidupnya akan baik-baik saja. Saya suka tipe ulet, pekerja keras dan bertanggung jawab seperti Borno. Sosok yang menghormati orang tua dan keluarganya, Saya jadi ingin punya anak Seperti Borno nanti. Sosok ini sangat ‘membumi’. begitu manusiawi yang diliputi gundah, galau, takut, khawatir, lupa, dan sifat lumrah manusia lainnya. Bedanya ia adalah sosok yang dapat terus move on. meskipun kisah cintanya rumit, ia dapat memisahkan urusan perasaan dengan pekerjaannya. Oh ya satu lagi, borno paham mesin. Man, menurut saya cowok yang bergelut di bidang teknik, tahu soal mesin, atau apalah itu yang berbau teknik adalah sosok yang –Oh God so Manly. Hhehe. Entah ini hanya persepsi saya atau bagaimana. Tapi saya menganggap anak teknik itu keren. Namun,Pada dasarnya saya nerima siapa saja jodoh saya nantinya, asalkan kita memang berjodoh (saya juga bingung dengan arti kalimat barusan).

1. Ranchordas Chancard / Phunsuk Wangdu – Movies: 3 idiot

Oke, lagi-lagi Rancho adalah anak teknik. Bukan, bukan karena semata-mata dia anak teknik, tapi lihat dari cara berpikrnya yang out of box, kreatif dan sangat setia kawan. Sosok yang bisa lucu, cerdas, dan bijak pada saat yang bersamaan. Sosok yang meu berkorban demi orang lain, dan saya salut dengan sifatnya yang mengejar ilmu, bukan mengejar gelar, ijazah, atau pun prestise duniawi. Ia juga Berpikiran sederhana, tapi langsung dapet intinya. Terlihat sekali bahwa Rancho adalah sosok yang menikmati hidup, tidak memaksakan, dan dia punya banyak kelebihan, yang sebenarnya tidak disadarinya. Dia pinter, tapi tidak minteri maupun sok tahu. Ah, sungguh tipe yang ideal (bagi saya). Oh iya, saya sangat setuju dengan pasangan dokter-teknik. Rasanya seperti bisa saling melengkapi. Hhehe.

Aduh, saya jadi berimajinasi kemana-mana. Berharap sosok-sosok diatas ada yang hadir dalam kehidupan saya. Saya tahu Allah punya rencana buat saya,sudah menyiapkan orang yang—entah sifatnya seperti apa—buat saya. Jika saya sudah bertemu, maka dia tidak lagi sama seperti tokoh-tokoh fiksi diatas yang saya ceritakan. Dia berbeda. Dia nyata dan akan menempati urutan pertama sebagai Number 1 Man in my life.

Semoga Doa Saya didengar Allah.

NB: satu siifat yang mutlak harus ada pada sosok yang saya tunggu dalam kehidupan nyata saya, yang belum saya tulis di sosok-sosok diatas. Sholeh

Selasa, 06 Maret 2012

TALKIN’ WITH MYSELF

Saya punya kebiasaan ini.

Bukan. Bukan karena saya gila atau depresi saya bicara pada diri sendiri. Bukan juga karena keepribadian saya ganda saya suka kebiasaan ini. Ini adalah salah satu cara yang saya gunakan untuk memecahkan masalah. Kok bisa?

Ada quotes yang bilang,”Never tell your problem to anyone. 20% don’t care and 80% would gladly to hear that”. Menurut saya quotes ini perlu di revisi sedikit, karena saya percaya ada 1% yang would gladly to help us. Karena cuma ada 1 persen, maka harus selektif banget saat memilih orang untuk diajak bicara soal permasalahan kita.

Saya menyarankan keluarga daripada teman sebagai tempat curhat. Orang tua, bagi saya adalah teman curhat yang paling baik.I could tell everything to my mom. Dan saya percaya ibu saya nggak akan membocorkan curcolan saya ke siapa-siapa. Namun jika kalian punya sahabat yang bener-bener bisa dipercaya, ya nggak apa-apa kalian ceritakan pada mereka. Intinya adalah jangan salah memilih ‘tempat sampah’ saat ‘membuang’ curhatan kalian. ‘Tempat sampah’ yang tidak tertutup rapat bisa menyebarkan ‘bau’ kemana-mana kan?

Saat saya menghadapi suatu masalah, biasanya saya ceritakan pada orang tua, atau kakak saya. Tapi karena kita nggak bisa ketemu langsung dan biasanya curcol lewat telepon. Hal ini kadang belum bisa membantu saya menuntaskan masalah hingga ke akarnya. Sesaat setelah cerita masalah kita memang sudah terasa lega, tapi tetap saja masih ada yang mengganjal sehingga setelah itu saya biasanya melakukan hal ini: Talkin’ with myself.

Cara melakukan Talkin’ wth myself ini sebenarnya sangat mudah. Jadi kalian men-setting diri kalian bagaikan dua orang yang saling bercakap-cakap. Satu orang diposisikan sebagai dirimu sendiri (orang yang punya masalah—disebut sebagai si Aku), dan satu lagi sebagai seorang lain yang memandang dari perspektif luar (bisa dikatakan sebagai si bijak). Lalu mulailah percakapan, dimulai dari ”Mengapa kamu bersedih? Apa masalahnya?” ketika si Aku menceritakan masalahnya, cobalah kamu berpikir sebagai si bijak yang memandang masalah tersebut dari luar. SI bijak akan melontarkan pertanyaan balik mengenai mengapa si Aku harus bersedih, padahal si Aku sebenarnya melebihi kelebihan bla bla bla.. si Aku masih punya bla bla bla… intinya si Bijak memberikan sugesti positif terhadap si Aku. Namun sebaliknya, kita juga berpikir sebagai si Aku yang selalu menyangkal apa yang dikatakan si Bijak. Hingga saaatnya si Aku tak mampu menyangkal lagi dan si bijak telah sampai di solusi akhir, katakan pada diri kalian,” Oke, jadi saya harus begini,. Bla bla bla..” dan akhiri dengan memberi semangat pada diri sendiri,”Aja aja Fighting!”—misalnya. Dan rasakan bahwa sebenarnya masalah kalian tidak seberat itu. Bahkan kalian sendiri masih bisa menyelesaikannya.

Pernah denger kan istilah,”The answer is in you”. Ya itulah maksudnya. Kalian bisa menemukan jawaban masalah kalian dalam diri kalian sendiri jika kalian bicara baik-baik pada diri sendiri. Tentu saja Talkin with Myself ini tidak bisa dilakukan jika diri sendiri sudah dalam keadaan yang nggak compos mentis (sadar penuh).

Jadi, nggak ada istilahnya galau akut karena istiah banyak masalah. Kalau kalian masih belum puas dengan Talkin’ with myself, mintalah second opinion ke orang-orang yang kamu. Percayalah. Semoga kita diljauhkan dari kegalauan yang terkutuk (duile bhasanya)

Wah, saya berasa seperti dokter Spesialis Kejiwaan. Barangkali 7 tahun lagi gelar Sp.KJ (K) melekat dibelakang nama saya. Who knows? *diem-diem ngaminin*

SO,WANNA TRY TALKIN’ WITH YOURSELF GUYS?

Jumat, 02 Maret 2012

DO I HAVE TO BE CUMLAUDE?

Saat saya buat postingan ini adalah tanggal 1 Maret,Dimana mostly kakak tingkat angkatan 2008 di Fakultas saya di Wisuda. Setelah itu, timeline Twitter penuh sama dua hal: ucapan selamat buat kakak tingkat yang wisuda, dan ucapan dari kita (angkatan 2009) yang berharap bisa wisuda di tanggal yang sama, tahun depan.

Ngomong-ngomong soal wisuda, kebanyakan yang dikejar oleh mahasiswa adalah selempang biru, yang ada tulisannya ‘CUMLAUDE’. Cumlaude adalah predikat yang diberikan pada mahasiswa dengan IPK > 3,50. Nah, kalau saya, apakah saya harus Cumlaude nantinya?

Sebagai seorang mahasiswa,yang kuliah aja masih pake duit ortu, tentu saja harus mempersembahkan yang terbaik buat orang tua. Jadi sedapat mungkin kalau bisa ya dapet gelar CUmlaude dan bikin orang tua bangga. Jadi saran saya, jika kalian masih belum kuliah, jadikan target ‘Cumlaude’ sebagai salah satu target yang harus dicapai, atau buat yang masih semester awal, usahakan IP kalian di semester awal diatas 3,5 dimana kalian masih semangat-semangatnya jadi anak kuliahan karena akan menjadi lebih sulit di semester-semester berikutnya buat mengejar IP (jadwal kuliah yang makin padat,atau sifat males yang semakin merambat). Jadikan IP sebagai hadiah paling indah yang bisa kalian persembahkan buat orang tua kalian.

Untuk anak FK, kalau belum bisa mempersembahkan IP cumlaude saat masa preklinik masih punya kesempatan kedua mendapat IPK >3,5 saat masa kepaniteraan klinik atau Co-ass—istiahnya sekarang Pendidikan Dokter Tahap Profesi (PDTP). Tapi masa-masa ini bakal lebih horror karena pengambilan nilanya (sepertinya) agak subyektif karena ujiannya biasanya lisan dan bukan pilihan ganda kayak kalau ujian blok / Semester.

Lalu bagaimana dengan saya?

Saya rasa sabda nabi,”Innamal a’malu bin niat” adalah yang paling cook menggambarkannya. Awal masuk kuliah saja saya ‘kurang’ berambisi untuk mendapatkan Kumlot. Saya lebih bersemangat dengan kata ‘relasi’ dan ‘organisasi’. Jadilah tingkat semangat belajar saya ya sepanjang—yang penting lulus tanpa remed—dan voila! Jadilah Ip saya sedang-sedang saja.

Entah mengapa factor luck saya dalam mengerjakan pilihan ganda saat ujian benar-benar tergantung amal ibadah dan perbuatan. Kadang saya merasa sangaaat diberi kemudahan padahal belajarnya biasa aja, dan kadang saya tetep aja gabisa ngerjain meskipun sebelumnya udah belajar. So, harusnya bagaimana? Kalau saya pribadi yang penting belajar dulu. Soal keluar atau nggak itu masalah belakangan. Setidaknya udah ngerasa ‘lega’ dan ‘ayem’ kalau udah belajar. Meski nantinya soal yang keluar adalah hal yang tidak kita pelajari, tapi rasa ‘bersalah’ yang kita terima saat kita nggak bisa jawab pertanyaan tuh beda kalau kita udah belajar. Ya kan? I can’t tell how is it exactly, but.. ya’ll know what I mean…

Orang tua saya (untungnya) tidak pernah menuntut saya untuk dapet Kumlot. Mereka sudah senang asalkan saya lulus dan lancar kuliah. Oh, dan yang penting saya ada penambahan ilmu selama kuliah. Kalau dipikir, emang bener juga sih. Selama kita mengerti materinya, dan yang lebih penting, mampu mengaplikasikan dan memberikan manfaat bagi orang lain, itu sudah lebih dari cukup kan? Dari situ, makanya sejak awal saya udah nggak obsessed sama gelar cumlaude. Menurut saya gelar cumlaude adalah ‘bonus’ di penghujung kuliah. Hukumnya kalo bagi saya sih sunah. Kalo dapet ya Alhamdulillah, kalo nggak dapet ya tetep Alhamdulillah yang penting masih bisa tetep wisuda. Hhehe

Sekarang saya udah dipenghujung kuliah. Nggak di penghujung banget sih, secara masih di semester keenam dari tujuh semsster. Kemarin saya iseng-iseng berandai-andai kalau IP saya semester 6 dan 7 dapet 4. Aw, IP sempurna. Apakah saya masih bisa kumlot? Jawabannya: Ternyata Nggak. #jleb *jedotin kepala ke kasur*.

Awalnya sih agak nyesel, karena kalaupun (kalaupun loh ya) IP saya bisa 4 bulet (amin) di kedua semester tersebut, saya mepeeettt banget dan terpaut beberapa poin buat kumlot. HHoho. Tapi kemudian kalau dipikir lagi, masih Alhamdulillah kalau saya di 2 semester depan bisa mengincipi IP >3,5 (amin!).

Karena saya udah ndak mungkin dapet kumlot, sebagai bentuk penghiburan buat kaliah yang senasib sama saya (halah) atau mungkin buat bakal cumlaude biar ga ngerasa udah diatas segalanyaa, here are the reasen why you shouldn’t regret when you didn’t get that ‘cumlaude’ pride:

  1. Hidup itu harus disyukuri. Cumlaude adalah satu dari berjuta juta nikmat yang diberikan Allah buat kita. Jika kita bisa begitu regret-nya dan ngerasa orang paling malang karena udah ngerasa berjuang keras tapi belum kumlot juga, hey, did ya forget the million gift that He has Given to you? Ingatlah bahwa kalian punya kesempatan kuliah, wisuda, lulus, wisuda dihadirin keluarga, sehat, punya uang,dan Hidup, ya,HIDUP! Itulah yang harus disyukuri diawal. Jadi,apakah kalian masih lupa bersyukur kalau kalian nggak Kumlot?
  2. Cumlaude bukan (satu-satunya) tolak ukur. Buat kalian yang pingin nerusin sekolah ke universitas bergengsi, terutama di luar negeri, IP memegang peranan penting. Kebanyakan sih standar GPA (IP) yang dijadiin syarat di luar negeri masih diatas 3,25. Ada juga sih yang 3,5 bahkan 3,75. Terus buat yang pingin jadi dosen, buat syarat melamar dosen paling nggak IP harus >3 atau >3,25, tergantung standar dari universitasnya. Kalau saya sih ambil aman setidaknya IPK kita >3,25 biar masuk zona ‘aman’ kalo kalo kita pingin jadi dosen. Dan, IP bukanlah salah satu tolak ukur, tapi merupakan syarat administrasi (biasanya) untuk melamar ke jenjang lebih tinggi. Masih ada faktor lain seperti skill, kepribadian, dan perilaku yang tidak kalah menentukan. Makanya, sebaiknya KUASAI ILMU dan kembangkan SKILL.Karena nilai yang tinggi tersebut nggak ngaruh kalau ternyata kita nggak menguasai ilmunya (lah, itu dapet IP tinggi darimana hayoo…).selain itu, meski kita menguasai ilmunya (teori jago banget) kalau nggak menguasai skill-nya (skill mengajar misalnya),tetep aja bakal kurang lengkap. Jadinya kita akan menjadi dosen yang ditinggal tidur mahasiswanya karena proses penyampaian yang –uhm,you know how it is…
  3. Cumlaude tidak akan dipertanyakan oleh pasien. Apakah pernah kalian lihat papan praktik dokter bertuliskan “Praktik dr.xXXx, buka jam Xx-XX, SIP. No. XXXXXXXXX, Ps: Dulunya lulus dengan IPK CUMLAUDE”. Nggak ada yang kayak gitu kan? Atau mungkinkah ada pasien yang lagi berobat terus iseng nanya,”Dulu dokter IP-nya cumlaude ga? Kalau dokter nggak cumlaude saya nggak mau berobat ke dokter lho”.kalaupun ada pasien yang kayak gitu, saja jamin itu pasien perlu berkunjung ke poli jiwa. Hhehe. So, what are you worrying about? Pasien nggak akan komplein dan nggak peduli apakah kita kumlot atau nggak asalkan kita bisa berempati dan memberi penanganan terbaik buat pasien. Makanya, meski nggak kumlot, yang penting bisa menguasai ilmunya kan?
  4. Cumlaude (hanyalah) nilai tambah / bonus. Artinya kumlot dapat menaikkan status-status dalam kehidupan kalian, tapi meski kalian nggak kumlot,itu nggak akan menurunkan status sosial, ekonomi, dan status jodoh kalian. Misalkan nih, kalau kalian kumlot kalian akan membuat orangtua dan keluarga lebih bangga, dianggep pinter dan dapet pujian dari temen dan orang lain (kenaikan status sosial). Lebih beruntung lagi kalian bisa dapet iPad, tablet, mobil atau hadiah lain dari orang tua kalau bisa kumlot (kenaikan status ekonomi), dan calon mertua bakal bangga setengah mati dan lebih merestui kalau tahu calon mantunya kumlot (kenaikan status jodoh). Tapi jika kalian nggak kumlot, apakah orangtua akan kecewa berat hingga nggak mau ngakuin kamu sebagai anak? (ekstrim), apakah orang tua akan mogok ngasih uang jajan atau pesangon?, Apakah kalian akan dijauhi teman? (PPKn banget), dan apakah kalian bisa gagal nikah sama sesorang gara-gara kalian nggak kumlot? (nah ini sinetron banget). Kalian sudah tahu dong jawabannya. So, jangan terlalu diambil hati lah kalaupun nggak bisa kumlot. Dapet ya Alhamdulillah, nggak dapet ya tetep Alhamdulillah.
  5. Cumlaude nggak dibawa mati. Gelar kita semasa idup aja nggak dibawa, Pasien aja ogah nanyain apakah kita cumlaude, masa iya malaikat Munkar Nakir mau repot-repot nanya—yaa cucu adam, apakah dulu kamu dapet kumlot?

Saya tidak bermaksud menurunkan semangat kalian buat ngedapetin kumlot. Buat kalian yang masih mungkin dapet kumlot, kejar saja sampai dapat! Gimana-gimana gelar cumlaude itu bukan buat siapa-siapa,bukan buat orang tua, tapi buat kalian sendiri. Dan orang yang bakal ngerasa paling bahagia saat diselempangin selempang biru itu juga kalian sendiri.Saya Cuma bisa turut berbahagia, karena saya sudah cukup berbahagia dengan apa yang saya dapat.

Buat kalian yang dari hasil kalkulasi IP udah nggak mungkin kumlot, tetep berjuang aja yang penting bisa wisuda tepat waktu dan dapet IP minimal 3 . biar Kumlot nggak jadi Kemelut.

So, DO I HAVE TO BE CUMLAUDE?

I SAID: I HAVE TO. BUT WHEN ACUALLY I COULDN’T AFFORD IT, SO WHAT?